Materi : Upacara kelahiran, perkawinan,
kematian dan hari –hari suci serta tempat – tempat suci dalam Agama Buddha
Kelompok
: (3) Shofiyatul
Fithriyah, Nur Fitri Barliyana, Sadawi, Anifah Ayu Fitriah
A.
Upacara kelahiran,
perkawinan dan kematian adalam agama Buddha
a. Makna
kelahiran dan upacaranya
Agama Buddha memahami
kelahiran sabagai proses tumimbal lahir yang harus melampaui 8 keadaan. Dalam Buddhisme Theravada, ada praktek ritual tertentu diamati ketika
seorang anak lahir dari orangtua Buddhis.Ketika bayi cocok untuk dibawa keluar
dari pintu, orang tua memilih hari baik atau bulan purnama hari dan bawa anak
ke candi terdekat. Mereka pertama kali menempatkan anak di lantai ruang kuil
atau di depan patung Buddha untuk menerima berkat-berkat dari Tiga Permata
(Buddha, sangha dan dharma).
b. Makna
perkawinan dan upacaranya
Makna
perkawinan adalah perjodohan laki-laki dan
perempuan menjadi suami isteri. Di dalam Tipitaka tidak banyak ditemukan
uraian-uraian yang mengatur masalah perkawinan, akan tetapi dari berbagai sutta
dapat diperoleh hal-hal yang sangat penting bagi suami dan isteri untuk
membentuk perkawinan yang bahagia.
Upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha dapat dilangsungkan di
vihara,
cetiya atau di rumah
salah satu mempelai yang memenuhi syarat untuk pelaksanaan upacara perkawinan.
Adapun perlengkapan atau peralatan upacara sebagai berikut :
a. Altar dimana terdapat Buddharupang.
b. Lilin lima warna
(biru, kuning, merah, putih, jingga)
c. Tempat dupa
d. Dupa wangi 9 batang
e. Gelas/mangkuk kecil
berisi air putih dengan bunga (untuk dipercikkan)
f. Dua vas bunga dan
dua piring buah-buahan untuk dipersembahkan oleh kedua mempelai
g. Cincin kawin
h. Kain kuning
berukuran 90 X 125 cm2
i. Pita kuning
sepanjang 100 cm
j. Tempat duduk (bantal)
untuk pandita, kedua mempelai, dan bhikkhu (apabila hadir)
k. Surat ikrar
perkawinan
l. Persembahan dana
untuk bhikkhu (apabila hadir), dapat berupa bunga, lilin, dupa dan lain-lain.
Pelaksanaan upacara perkawinan :
1. Pandita dan
pembantu pandita sudah siap di tempat upacara.
2. Kedua mempelai
memasuki ruangan upacara dan berdiri di depan altar.
3.Pandita menanyakan
kepada kedua mempelai, apakah ada ancaman atau paksaan yang mengharuskan mereka
melakukan upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha, apabila tidak ada
maka acara dapat dilanjutkan.
4. Penyalaan lilin
lima warna oleh pandita dan orang tua dari kedua mempelai.
5. Persembahan bunga
dan buah oleh kedua mempelai.
6. Pandita
mempersembahkan tiga batang dupa dan memimpin namaskara
7. Pernyataan ikrar
perkawinan
8. Pemasangan cincin
kawin.
9. Pengikatan pita
kuning dan pemakaian kain kuning.
10. Pemercikan air
pemberkahan oleh orang tua dari kedua mempelai dan pandita.
11. Pembukaan pita
kuning dan kain kuning.
12. Wejangan oleh pandita.
13. Penandatanganan
Surat lkrar Perkawinan.
14.Namaskara penutup
dipimpin oleh pandita.
c. Makna
kematian dan upacaranya
Definisi kematian menurut agama
Budha tidak hanya sekedar ditentukan oleh unsur-unsur jasmaniah, entah itu
paru-paru, jantung ataupun otak. Ketakberfungsian ketiga organ itu hanya
merupakan gejala ‘akibat’ atau ‘pertanda’ yang tampak dari kematian, bukan
kematian itu sendiri. Agama Buddha mengajarkan, bahwa kematian
bukan akhir dari segalanya. Kematian hanyalah satu fase peralihan antara hidup
yang sekarang dengan kehidupan di alam tumimbal lahir yang baru.
B.
Hari
- hari suci dan tempat - tempat suci agama Buddha
a.
Hari
- hari suci (Waisak ,Asadha, Kathina)
1.
Waisak
Hari
Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gaotama. Hari
waisak menandai pula pergantian tahun, karena Tarikh Buddhis dimulai sejak
Buddha Gotama parinirwana. Perayaan Hari Waisak di Indonesia mengikuti keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan
secara nasional di komplek Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
2.
Asadha
Dua
bulan setelah purnama Waisak umat Buddha merayakan hari Asadha. Asadha adalah
hari Dharma, karena memperingati pembabaran Dharma yang pertama kali. Di Taman
Rusa Istipatana, Sarnath dekat Benares, Buddha menyampaikan khotbah pertama
yang dinamakan Dhammacakkappavattana-sutta (pemutaran roda dharma) kepada lima
orang petapa. Mereka adalah Kondanna, Vappa, Bhaddiya, Mahanama dan Assaji,
teman–teman nya bertapa yang menempuh cara menyiksa diri. Cara ekstremtersebut sudah
ditinggalkan oleh Buddha. Kelima petapa itu memahami Dhama, ditahbiskan menjadi
biku, dan selanjutnya berhasil menjadi Arahat. Sejak itu terbentuklah
Ariya-Sangha.
3.
Kathina
Setelah
Hsri purnama Asadha, para biku memasuki masa vassa atau masa penghujan di India
Utara. Selama tiga bulan mereka tidak melakukan perjalanan, mulanya agar tidak
menginjak tunas-tunas tanaman dan mengganggu berbagai bentuk kehidupan lain.
Kathina sebenarnya bukan suatu upacara peringatan. Upacara ini tidak bias
diselenggarakan jika tidak ada sejumlah biku yang melaksanakan kewajiban Vassa
dan tidak ada umat yang berdana.
b.
Pengertian
dan fungsi vihara
Vihara adalah rumah ibadah agama
Buddha dan mempunyai fungsi sebagai tempat ibadahnya umat Buddha.
c.
Candi-
candi Buddha di Indonesia
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di
Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi berbentuk stupa ini
didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi
pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras
berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada
dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca
Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan
ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya
terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan
mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra.
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan..
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan..
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah
keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan
mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam
dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang
paling banyak dikunjungi wisatawan.
Candi Sewu adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8
yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi
Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur di
Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada Candi Prambanan. Meskipun
aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan
"Sewu" yang berarti seribu dalam bahasa Jawa. Penamaan ini
berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Candi Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi yang
terletak di Jalan Mayor Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
ini, letaknya berada sekitar 3 kilometer dari candi Borobudur. Candi Mendut
didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam
prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra
telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang artinya adalah hutan bambu.
Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini
dihubungkan dengan Candi Mendut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar