Kamis, 18 Juni 2015

upacara naben


PENINGGALAN KERAJAAN HINDU DAN BUDDHA DI INDONESIA



PENINGGALAN KERAJAAN HINDU DAN BUDDHA DI INDONESIA
PENINGGALAN KERAJAAN HINDU
1.         candi_cetho
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.
Ciri-cirinya:
Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
2. Candi Asu
Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah (kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya.
Ciri-cirinya :
Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing’. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).
3. Candi Gunung Wukir
Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal, kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
Ciri-cirinya:
Kompleks dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m terbuat dari jenis batu andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang banyak kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.
4. Candi Prambanan
Berdiri di bawah Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara ini selarik puisi tiba-tiba terlintas di benak
Candi Prambanan yang dikenal juga sebagai Candi Roro Jonggrang ini menyimpan suatu legenda yang menjadi bacaan pokok di buku-buku ajaran bagi anak-anak sekolah dasar. Kisah Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging yang ingin memperistri dara cantik bernama Roro Jonggrang. Si putri menolak dengan halus. Ia mempersyaratkan 1000 candi yang dibuat hanya dalam waktu semalam. Bandung yang memiliki kesaktian serta merta menyetujuinya. Seribu candi itu hampir berhasil dibangun bila akal licik sang putri tidak ikut campur. Bandung yang kecewa lalu mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca, yang diduga menjadi arca Batari Durga di salah satu candi.
5. Candi Gunung Sari
Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
Ciri-cirinya:
Candi Gunung Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua daripada Candi Gunung Wukir. Di Puncak Gunung Sari kita bisa melihat pemandangan yang sangat mempesona dan menakjubkan. Candi Gunung Sari terletak di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Semoga di masa depan Candi Gunung Sari semakin dikenal oleh banyak orang untuk dapat menemukan inspirasi dan keindahanny.
6. Arca Gupolo
Arca Gupolo adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat candi Ijo dan candi Barong, di wilayah kelurahan Sambirejo, kecamatan Prambanan, Yogyakarta. Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat terhadap patung Agastya yang ditemukan pada area situs. Walaupun bentuk arca Agastya setinggi 2 meter ini sudah tidak begitu jelas, namun senjata Trisula sebagai lambang dari dewa Siwa yang dipegangnya masih kelihatan jelas. Beberapa arca yang lain, kebanyakan adalah arca dewa Hindu dengan posisi duduk.
Ciri-cirinya:
Di dekat arca Gupolo terdapat mata air jernih berupa sumur yang dipakai oleh penduduk setempat untuk mengambil air, dan meskipun di musim kemarau panjang sumur ini tidak pernah kering. Menurut legenda rakyat setempat, Gupolo adalah nama patih (perdana menteri) dari raja Ratu Boko yang diabadikan sebagai nama candi Ratu Boko (ayah dari dewi Loro Jonggrang dalam legenda candi Prambanan).
7. Candi Cangkuang
Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.
Ciri-ciri nya:
Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m.
8. Candi Gedong Songo
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat lima buah candi.
Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Ciri-cirinya:
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27°C)
Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Di sekitar lokasi juga terdapat hutan pinus yang tertata rapi serta mata air yang mengandung belerang.
9. Candi Pringapus
Candi Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung 22 Km arah barat laut ibu kota kabupaten Temanggung. Arca-arca berartistik Hindu yang erat kaitanya dengan Dewa Siwa menandakan bahwa Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis. Candi tersebut dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada tahun 1932.
Ciri-cirinya:
Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis
10. Candi Sukuh
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
Ciri-cirinya:
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.
PENINGGALAN KERAJAAN BUDDHA
1.      Candi Borobudur
Ciri-Ciri nya :
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
2. Candi Mendut
Ciri-Ciri nya :
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
3. Candi Ngawen
Ciri-Ciri nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.
4. Candi Lumbung
Candi Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi utama (bertema bangunan candi Buddha)
Ciri-cirinya :
Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relatif cukup bagus.
5. Candi Banyunibo
Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.
Ciri-cirinya:
Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.
6. Kompleks Percandian Batujaya
Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.
Cirri-cirinya:
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
7. Candi Muara Takus
Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan.
Ciri-cirinya:
Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.
8. Candi Sumberawan
Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi Sumberawan terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, +/- 6 Km, di sebelah Barat Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran P. 6,25m L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650 mDPL, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Cirri-cirinya:
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
9. Candi Brahu
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain, candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,
Cirri-cirinya:
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.
10. Candi Sewu
Candi Sewu adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks candi Prambanan (hanya beberapa ratus meter dari candi utama Roro Jonggrang). Candi Sewu (seribu) ini diperkirakan dibangun pada saat kerajaan Mataram Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 – 784). Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, sementara candi Roro Jonggrang merupakan candi bercorak Hindu.
Menurut legenda rakyat setempat, seluruh candi ini berjumlah 999 dan dibuat oleh seorang tokoh sakti bernama, Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu malam saja, sebagai prasyarat untuk bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun keinginannya itu gagal karena pada saat fajar menyingsing, jumlahnya masih kurang satu.

http://tentangindonesiadandunia.blogspot.com/2013/05/10-candi-hindu-dan-budha-di-indonesia.html?m=1


https://nanpunya.files.wordpress.com/2009/04/candi-sukuh.jpg?w=300&h=227

















 

HARI-HARI SUCI DAN TEMPAT SUCI AGAMA HINDU



HARI-HARI SUCI DAN TEMPAT SUCI AGAMA HINDU
            Hari-hari suci bagi umat Hindu, ialah suatu hari yang dipandang suci, karena pada hari-hari itu umat hindu wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha kuasa) beserta segala manifestasi Nya.
Adapun hari- hari suci tersebut :
 Hari Nyepi
            Hari Nyepi diperingati sebagai tahun baru Caka, yang jatuh sehari sesudah X (Kesada). Adapun Rangkaian Hari Nyepi, adalah sebagai berikut:
  1. Melis/Mekiis/Melasti, yang jatuh pada trayodasa krenapaksa sasih IX (Kesanga) atau pada pengelong 13 sasih Kesanga adalah Hari yang baik untuk mengkiyis atau melis ini, juga dimaksudkan untuk mengadakan pembersihan atau penyucian segala sarana dan prasarana perangkat alat-alat yang dipergunakan untuk persembahyangan. Melis ini biasa dilakukan dilaut atau pada sumber air yang lain sesuai dengan desa, kala dan patra umat masing-masing dengan tujuan memohon tirtha amertha (air kehidupan) dan tirtha pembersihan kehadapan Hyang Widhi Wasa (Tuhan Maha Kuasa)
  2. Upacara Bhuta Yadnya (Tawur atau meracu), jatuhnya pada Tilem sasih kesanga. Hari ini disebut juga pengerupukan yang bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur kejahatan yang merusak kesejahteraan umat manusia.
  3. Sipeng (Hari Nyepi), yang disebut juga sebagai tahun Baru Caka pada hari ini umat melakukan tapa, bratha, yoga, samadhi, satu hari penuh (24 jam), untuk mengekang hawa nafsu, tidak makan dan tidak minum. Pemadaman nafsu-nafsu ini diperagakan dengan tidak menyalakan apai (amati geni) tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian (amati lelangun). pada sipeng ini kita menyucikan diri dan memusatkan pikiran dengan mengendalikan segala nafsu, berpuasa, bertapa samadhi menciptakan ketenangan dan kedamaian sehingga pikiran bisa bergerak menjelajahi atau meneliti kembali segala perbuatan yang telah diperbuat di masa lalu dan memupuk perbuatan yang baik serta melebur yang tidak baik. dengan hikmah Nyepi (Tahun Baru Caka) kita peringatkan agar berbuat dengan “ Sepi Ing Pamrih”
  4.  Ngembak Api (Gni), yang jatuh sehari setelah Nyepi. Hari ini memulainya aktivitas kita dengan panjatan doa, mohon semoga Hyang Widhi menganugrahi kita jalan yang terang, terlepas dari mkegelapan masa silam dan dengan jiwa terang memasuki Tahun Baru. Saat ini pulalah kita hendaknya salaing maaf memaafkan antara sesama manusia sebagi makhluk Tuhan.
Hari Ciwaratri
            Ciwaratri berarti malam renungan suci atau malam pelaburan dosa. Hari Ciwaratri jatuh pada Purwanining Tilem Ke VII (kepitu), yaitu sehari sebelum bulan mati sekitar bulan januari. Pada hari ini kia melakukan Puasa dan Yoga samadhi dengan maksud untuk memperoleh pengampunan hari Hyang widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidnya (kegelapan).
 Hari Galungan
           Galungan adalah pemujaan kepada Hyanng Widhi yang dilakukan dengan penuh kesucian dan ketulusan hati. Memohon kesejahteraan dan keselamatan hidup serta agara dijauhkan dari awidya. Hari raya galungan adalah hari pawedalam jagat.Yaitu pemujaan bahwa telah terciptnya jagat dengan segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap 210 hari sekali. Yaitu pada hari rabu kliwon Wuku Dungulan.
 Hari kuningan
            Kuningan jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan 210 hari sekali yakni sepuluh hari setelah Galungan. Hari Kuningan adalah hari payogaan Hyang Widhi yang turun kedunia dengan diiringi oleh para Dewa dan Pitara pitari melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia. Karena itu pada hari Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon kesentosaan, keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin.
 Hari Purnama dan Tilem
            Purnama dan Tilem, Juga merupakan hari suci bagi umat Hindu, yang harus disucikan dan dirayakan untuk memohon berkah, rahkmat dan Karunia dari Hyang Widhi.Pada hari Purnama adalah payogaan Sanghyang Candra dan pada hari raya Tilem adalah Payogaan Sanghyang Surya. Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) dalam manifestasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran) yang ada di dunia.
Hari Saraswati
            Hari Saraswati, adalah hari raya untuk memuja hyang Widhi dalam menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang hyang Aji Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis Wuku Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang Widhi dalam Manifestasin-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan dilambangkan dengan seorang “Dewi”. Dewi Saraswati merupakan Dewi ilmu pengetahuan Suci, karena itu bagi para arif bijaksana, pelajar dan kaum cendikiawan, saraswati ini merupakan hari penting untuk memuja kebesaran hyang Widhi atas segala Ilmu pengetahuan suci yang telah dianugrahkan itu.
 Jenis-jenis Tempat Suci
            Jenis-jenis tempat suci berdasarkan atas karakternya. Dapat dibagi menjadi 4 empat bagian besar yaitu.
1.            Pura keluargaPura keluarga ini juga disebut Sanggah, pura Dadya, Pura Kawitan Pura Pedharman, Paibon, Panti dan lain sebagainya kelompok pura ini didukung oleh segolongan orang-orang yang mempunyai hubungan darah (genealogic). Oleh karena itu Pura –Pura iini ada dilingkunagan rumah tangga. Jika pendukungnya ada didalam lingkup yang lebih kecil disebut dengan Sanggah atau pamerajan, dan apabila keluarga bersangkutan telah bertambah besar dan meluas, maka didirikanlah pamerajan atau sejenisnya.
2.            Pura DesaPura Desa ini disebut pula pura kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa, yaitu Pura temapt memuja Hyang widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Wisesa dan Tri Murti. Pura ini terdiri dari Pura Desa (Balai Agung) ialah tempat pemujaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dalam manifestasi-Nya sebagai Brahma yaitu Pecipta, Pura Puseh atau Pura segera ialah tempat pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Wisnu yaitu pemelihara.
3.            Pura Kahyangan jagat ini juga disebut dengan pura umum, artinya adalah suatu Pura yang didukung dan disungsung oleh Umat Hindu yang ada di seluruh Indonesia pada Khususnya dan seluruh Umat Hindu umumnya. Di Indonnesia, Pura yang paling besar yang tergolong Kahyangan jagat ini adalah Pura Besakih. Dalam perkembangan selanjutnya banyak lagi pura atau Kahyangan yang dapat di katagorikan sebagai Kahyangan Jagat, seperti misalnya Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang Jawa Timur dan lain-lainya.
4.            Pura yang besifat FungsionalYang dimaksud dengan Pura Fungsional di sini adalah dimana pemuja, pendukung atau penyungsung dari Pura atau tempat suci tersebut mempunyai suatu kepentingan yang sama dalam hal-hal tertentu. Tempat suci yang termasuk golongan Fungsional ini adalah Pura Subak (Ulun suwi/Ulun Carik) dan lain, sebagainya. Pura subak, mereka mempunyai kepentingan yang sama terutama dalam mendapatkan air untuk sawah-sawah mereka.maka bersama-sama lah mereka mendirikan Pura.